'); /* http://gubhugreyot.blogspot.com * Agst, 17, 2012 - jQtooltip no-class */ -->

Sabtu, 29 Desember 2012

Remaja Harapan Masa Depan


Mengapa remaja kita cenderung terjerumus pada
hal negatif?  
Remaja merupakan masa labil emosi. Pada usia ini, mereka sedang berupaya mencari-cari identitas diri. Kadang diekspresikan dengan ingin menjadi “wah” yang kadang negatif. Tapi kita tidak boleh kaku dan hanya menyalahkan remaja. Karena remaja adalah pelaku sekaligus korban yang perlu kita selamatkan, tanpa harus disalahkan. Ada jaring emosional
sensitif yang untuk merajutnya perlu keteladanan.  
Jadi apa yang harus dilakukan?
ER: Pertama, menanamkan pendidikan agama sejak dini  sebagai kontrol. Dalam ajaran agama disebutkan, Kullu mauludin yuladu `ala al-fithrah (Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci). Makanya setiap bayi yang baru lahir selalu diperdengarkan adzan dan iqomah sebagai pondasi spiritualitas keberagamaan. Menjadi tanggungjawab orang tua untuk melukis karakter anak yang pada hakekatnya suci. Dengan kesadaran keberagamaan, dalam arti takwa — kita merasa selalu
diawasi Tuhan di manapun — maka kita tidak akan berani berbuat nekoneko,  yang dilarang atau yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan sosial. Ittaqillaha haitsuma kunta (Bertakwalah di manapun kamu berada). Kedua, pendidikan umum. Ada kesan, pendidikan pesantren
vis a vis pendidikan umum. Padahal, ada kekhasan masingmasing yang saling melengkapi. Pesantren itu pendidikan ke arah ‘ubudiyyah (peribadatan, red.), sedang sekolah umum mengacu pada hal-hal duniawiyah (dunia, red.). Bahkan hingga kini sebagian kalangan pesantren mengatakan, 
untuk apa sih belajar matematika, jika toh malaikat tidak bertanya soal itu”.
Padahal kita tahu, penemu aljabar, astronomi maupun pelopor dunia kedokteran adalah orang Islam. Mengapa kita tidak bisa belajar dari mereka? Itu kan sangat ironis. Tugas kita adalah menghilangkan dikotomi pesantren dan sekolah umum itu, sehingga kita bisa berhasil di masa depan.:  
Bagaimana cara efektif menyelamatkan remaja-remaja kita?
Faktor terpenting adalah memupuk kesadaran pribadi masing-masing. Meskipun para ulama, polisi dan lain sebagainya menghimbau, tanpa kesadaran pribadi semuanya sia-sia. Keikutsertaan mereka pada organisasi yang positif dapat menjadi kontrol labilnya emosi mereka dan kontrol bagi berbagai perilaku menyimpang. Jadi, bagi remaja yang masih sekolah, efektifkan organisasiorganisasi intra sekolah untuk mengembangkan diri dan mengasah bakat terpendam dalam berbagai bidang yang positif. Ini berguna untuk masa depan. Kadang pihak sekolah memang ‘kaku’ dengan tidak mendukung kegiatan siswa, karena dianggap sebagai perlawanan. Tapi remaja harus bisa menunjukkan diri dengan karya positif, bukan menentang dengan arogansi keremajaannya. Ini memang dilematis, tapi konsisten membangun potensi diri harus tetap dilakukan.Bagaimana organisasi meminimalkan kenakalan remaja? ER: Organisasi itu penting sebagai wahana mengembangkan diri secara efektif. Ketika Orde reformasi terbuka, maka dibutuhkan berbagai organisasi yang lebih inovatif. Bahkan kita bisa mengikuti beberapa organisasi ekstra atau organisasi pemuda untuk lebih menggali kemampuan dan potensi diri. Jadi, berorganisasi tidak bisa hanya mengandalkan OSIS. Di dalam organisasi, kita akan mengenal leadership, etos kerja dan sebagainya. Kita juga dilatih hidup dalam komunitas dan menyelesaikan persoalan yang ada di dalamnya. Dari organisasi ini, otomatis pelajar atau remaja
mendapat pembelajaran hidup bermasyarakat. Di kalangan pesantren yang masih menekankan sami`na wa atho’na, pendidikan berorganisasi dan berdemokrasi masih sangat minim. Tentunya tidakdemikian dengan Pesantren API Tegalrejo atau pesantren lain yang moderat. Karenanya, sangat penting melatih diri dan mengarahkan remaja berorganisasi untuk menyalurkan potensi
dan bakat-bakat “liar” remaja dalam arti positif. 
Bagaimana idealisme gerakan muda jika dihadapkan pada urusan perut?
ER: Ini selalu menimbulkan kegagapan. Selama ini, teman-teman aktivis selalu menekankan pada kesepakatan-kesepakatan komunitas dan mengesampingkan urusan keluarga, bahkan
pribadinya. Ini koreksi bagi kita yang keasyikan mengabdi pada masyarakat; bahwa urusan perut itu hajat pokok yang harus terselesaikan lebih dulu. Secara pribadi, persoalan ini menjadi momok. Namun kita harus selalu optimis. Ada jaminan Tuhan, kalau kita mengurusi orang lain, Tuhan akan mengurus kita. NF: Betul! Tuhan akan selalu mengurus orang-orang yang ikhlas mengurus orang lain. Namun kesadaran bahwa rizki diatur Tuhan, ini harus disertai usaha sungguh-sungguh dan manajerial yang proporsional dan profesional, sehingga seimbang antara
kepentingan pribadi dan kewajiban berbagi. Sebisa mungkin hindari apapun yang bermakna coba-coba. Lakukan yang jelas ada manfaatnya. Bergabunglah dalam organisasi untuk menyalurkan hobi dan bakat secara positif. 
ER: Sebatas pengingat, kita harus bisa mempertanggungjawabkan amanah Tuhan melalui kegiatan positif. Jangan sampai tersaruk pada penyimpangan dan kenakalan yang merugikan kita sekarang dan di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar